Jakarta (KABARIN) - Pemerintah memperkirakan kebutuhan anggaran mencapai sekitar Rp51 triliun untuk memulihkan berbagai infrastruktur dasar yang rusak akibat banjir dan longsor di tiga provinsi di Sumatra. Angka ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Pascabencana Sumatra di Jakarta, Kamis.
“Secara umum kebutuhan anggaran yang dihitung Kementerian PU untuk rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur di tiga provinsi itu sekitar Rp51 triliun, dengan porsi terbesar di Aceh,” ujar AHY, merujuk pada perhitungan awal Kementerian Pekerjaan Umum yang sudah dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Estimasi tersebut mencakup perbaikan jaringan jalan dan jembatan, infrastruktur sumber daya air seperti bendung, irigasi, tanggul, dan air baku, hingga infrastruktur air bersih serta sanitasi. Fasilitas sosial strategis seperti sekolah, madrasah, dan rumah ibadah juga masuk dalam daftar prioritas pemulihan.
Namun AHY menegaskan, angka Rp51 triliun ini masih bisa berubah. Perhitungan rinci terus diperbarui sambil menunggu data terbaru dari lapangan. “Ini perhitungan awal yang masih bisa berkembang, agar kita punya gambaran kebutuhan anggaran sehingga proses pemulihan bisa disiapkan sejak dini,” katanya.
Pemerintah juga tengah mengkaji berbagai sumber pendanaan agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi bisa berjalan bersamaan dengan penanganan darurat yang masih berlangsung. “Kami ingin memastikan bahwa ketika fase tanggap darurat mulai beralih, rencana dan pembiayaan pemulihan sudah siap sehingga masyarakat tidak menunggu kepastian perbaikan infrastruktur dan rumah mereka,” tambah AHY.
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait (Ara), menyebut ada sekitar 112.551 unit rumah terdampak di tiga provinsi tersebut. Penanganannya akan dilakukan lewat kombinasi perbaikan, pembangunan ulang, dan relokasi ke kawasan yang lebih aman.
“Data kerusakan kami bagi menjadi kategori rusak ringan, sedang, berat, dan hanyut. Biaya penanganannya tentu berbeda-beda, sehingga kami perlu memastikan datanya benar-benar sama dulu sebelum menyusun rencana anggaran dan teknis rekonstruksi,” kata Ara.
Ia juga menekankan bahwa survei lapangan untuk memetakan kerusakan dan kebutuhan relokasi tidak bisa dilakukan cepat mengingat jumlah rumah yang sangat besar, sekaligus perlunya menentukan lokasi relokasi serta konsep pembangunan rumah baru di lahan yang aman.
Editor: Raihan Fadilah
Copyright © KABARIN 2025